ecoutez !
ETNOGRAFI
KAJIAN ETNOGRAFI
SEMESTER 2
GELIAT KAWASAN SIMPANG LIMA, SEMARANG
Disusun oleh :
NAMA : Umi Kholifatun
NIM : 3401412032
ROMBEL : 1
(SATU)
JURUSAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Dalam
pembahasan ini saya akan mendeskripsikan hubungan sosial yang terjadi di
kawasan Simpang Lima, Semarang. Deskripsi yang saya buat ini, berdasarkan
pengamatan yang saya lakukan 2 kali seminggu yaitu pada malam jum’at dan malam
minggu kemarin. Dalam pengamatan, saya mengamati kegiatan yang terjadi di
Kawasan Simpang Lima. Yang akan dispesifikasikan kedalam hubungan yang terjadi
antara penyedia jasa sewa sepeda, skuter, dan pedagang makanan, minuman,
ataupun pernak-pernik dengan pengunjung kawasan Simpang Lima.
Untuk memudahkan saya
mengelompokkan pembahasan, berikut adalah pokok-pokok dalam tulisa ini :
1.
Selayang pandang mengenai
kawasan Simpang Lima
2.
Sejarah kawasan Simpang Lima
3.
Hubungan interaksi antara
pengunjung dengan penyedia jasa yang ada di kawasan Simpang Lima
SELAYANG
PANDANG KAWASAN SIMPANG LIMA
Simpang Lima adalah sebuah dataran di tengah
kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Simpang Lima merupakan pecahan lima batang jalan yiaitu Jl. Pahlawan, Jl. Pandanaran, Jl. Ahmad Yani, Jl. Gajah Mada. dan Jl
A Dahlan. Sekitarnya terdapat Hotel Ciputra, Hotel Horison, Hotel Graha
Santika, Mall Ciputra, E Plaza, Plaza Simpang Lima, dan Ramayana. Berada
pada titik koordinat: 6°59′25″S
110°25′23″T / 6.990183°S 110.423020°T.
Simpang lima merupakan
salah satu tempat yang memberi ciri khas bagi kota Semarang. Tempat ini juga
merupakan alun-alun yang berada di tengah-tengah persimpangan Jl. Pandanaran di
sebelah barat, Jl. A. Yani di sebelah timur, Jl. Gajahmada dan Jl. Pahlawan di
sebelah timur, sementara disebelah timur laut ada Jl. KH. Ahmad Dahlan.
SEJARAH SIMPANG
LIMA
Simpang Lima di Semarang dijadikan
sebagai pusat alun-alun berdasarkan usulan Presiden Republik Indonesia yang
pertama yakni Ir. Soekarno karena pusat alun-alun yang awalnya terletak di
daerah Kauman telah berubah fungsinya menjadi pusat perbelanjaan. Pada saat
pembangunan Lapangan Pancasila, saat itu pembangunannya akan dibuat di jalan
Oei Tiong Ham yang saat ini menjadi Jl. Pahlawan. Presiden pertama Republik
Indonesia yang menyarankan pengadaan alun-alun di Semarang sebagai ganti dari
Kanjengan. Simpanglima merupakan salah satu landmark kota Semarang. Terdapat
lapangan besar yang disebut juga dengan Lapangan Pancasila.
Alun-alun yang dimiliki Semarang
sejak masa pemerintahan Adipati Semarang yang pertama itu telah berubah fungsi
menjadi pusat perbelanjaan. Sedangkan keberadaan lapangan Pancasila berfungsi
sebagai tempat upacara pada hari-hari besar. Bukan hanya itu tetapi Simpang Lima juga sering menjadi
tempat berlangsungnya pertunjukan musik maupun seni budaya, tempat rekreasi,
bahkan sebagai pasar tiban pada waktu-waktu tertentu. Berbagai jenis makanan
baik makanan berat maupun makanan ringan dijual dengan gaya lesehan mengambil tempat
sekitar trotoar dan sekeliling alun-alun.
Kemudian, Lapangan Pancasila ini
bisa terbangun pada tahun 1969. Karena lapangan ini merupakan pusat dari lima
jalan yang bertemu, maka akhirnya lebih dikenal sebagai Simpang Lima. Jika
berkunjung ke Simpang Lima, masyarakat di sana juga belum tentu tahu jika
ditanya tentang Lapangan Pancasila karena mereka lebih familiar dengan nama
Simpang Lima. Saat ini Simpang Lima telah menjadi ciri khas kota Semarang yang
berupa ruang terbuka yang biasanya digunakan oleh masyarakat setempat untuk
melakukan berbagai aktivitas.
Kota Semarang sendiri saat ini
sangat identik dengan Simpang Lima karena keramaian dan pusat kegiatannya
terpusat di kawasan ini. Pada hari Minggu, lapangan Simpang Lima biasanya
dipadati oleh para pengunjung yang ingin berolahraga, berjalan-jalan, dan
melakukan berbagai aktivitas lainnya. Pada saat menjelang pergantian tahun,
Simpang Lima ini juga menjadi tempat yang paling ramai di Semarang karena
biasanya ditempat ini berlangsung pesta kembang api.
Kawasan Simpang Lima menjadi tempat
yang ramai dikujungi warga Semarang maupun masyarakat dari daerah lain yang
ingin menikmati kawasan tersebut. Mereka berdatangan dengan tujuan menghabiskan
malam bersama keluarga maupun sekedar melepas kepenatan setelah lelah
beraktivitas seharian. Cuaca pada saat saya melakukan observasi pada tanggal 4
dan 6 kemarin cukup mendukung. Langit yang sedang cerah menambah keindahan
kawasan Simpang Lima ini, apalagi banyaknya lampu-lampu yang terpasang pada
sepeda- sepeda, skuter maupun permainan anak-anak menambah keindahan kawasan
tersebut.
(foto
ini saya ambil ketika malam jum’at kemarin. Ketika saya menemani kakak kelas
saya sewaktu SMA yang menyempatkan datang ke Semarang mengisi liburan
semesternya).
Kawasan Simpang Lima saat itu
terlihat ramai, apalagi ketika malam minggu kemarin lebih ramai lagi. Begitu
saya tiba disana, saya langsung berbaur dengan pengunjung yang lain. Ada yang sedang sibuk tawar-menawar
sepeda yang akan disewa untuk sekedar
berkeliling Lapangan. Ada yang sedang sibuk menawarkan barang dagangannya
kepada pengunjung, para penyedia jasa sibuk menawarkan sepeda dan skuternya.
Adapula yang hanya duduk bersantai bergerombol dengan teman-temannya di Tengah
Lapangan. Dan adapula yang hanya berjalan kaki keliling lapangan Simpang Lima
tersebut.
Saya berjalan dari sebelah Timur
lapangan menikmati pemandangan yang ada, berjalan pada jalur pedestrian.
Berbaur dengan para pengguna jasa sewa sepeda tentu ada sensasi tersendiri. Kawasan
Simpang Lima Semarang berkembang dengan sejak pusat keramaian CBD Johar
dipindahkan ke Simpang Lima. Kawasan Simpang Lima Semarang menjadi kawasan
rekreasi selain menjadi Land Mark kota Semarang. Jalur pedestrian di Simpang
Lima merupakan bagian dari perancangan kota, tetapi pada malam hari pejalan
kaki belum memanfaatkannya secara merata. Pejalan kaki di Simpang Lima pada
malam hari cenderung berjalan di tepi jalan jalan. Keadaan ini yang utama
disebabkan pemanfaatan jalur pedestrian oleh pedagang kaki lima pada sore
hingga malam hari. Penelitian tentang fungsi jalur Pedestrian di Kawasan
Simpang Lima Semarang pada malam hari mengenai fungsi dan penggunaannya. mengetahui perilaku pejalan kaki dalam
memanfaatkan jalur pedestrian , mencari properti jalur pedestrian yang
diinginkan pejalan kaki untuk memenuhi tuntutan atribute tersebut. Dengan
menggunakan teori perilaku, interaksi antar manusia dengan lingkungan. Saya
mengamati bagaimana jalur ini dipenuhi pedagang kaki lima dan penedia jasa sewa
sepeda. Sehingga pejalan kaki sedikit kesulitan berjalan dengan santai, karena
banyaknya kendaraan sepeda yang berlalu-lalang membuat keluarga yang membawa
anak kecil harus sedikit berhati-hati. Perilaku-perilaku yang sedikit
menyimpang dari para penyedia jasa adalah tangan iseng mereka yang terkadang
membuat jengkel pengguna jalur pendestrian. Mereka memarkir sepeda-sepeda
sewaan mereka memenuhi jaan, sehingga membuat sulit pengguna lain untuk
berjalan santai.
(
gambar keramaian kawasan Simpang Lima, Semarang diantara pengguna jasa sewa
sepeda)
Saya
melakukan penelitian dengan 2 (dua)
cara, yaitu pengamatan lapangan dan wawancara dengan responden dan selanjutnya
dianalisis dengan menggunakan kesamaan isi. Pengamatan jalur pedestrian di
kawasan Simpang Lima ditetapkan enam zona yang dianggap mewakili dari
permasalahan yang ada dari hasil penelitian dilapangan memperlihatkan motivasi
utama pejalan kaki berjalan-jalan di kawasan Simpang Lima pada malam hri adalah
untuk berekreasi, bersantai, berjalan-jalan santai, berbelanja, berkumpul
dengan teman-teman atau menghabiskan malam bersama keluarga.. Hal ini terkait
dengan waktu malam hari yang merupakan waktu untuk bersantai setelah bekerja
atau beraktivitas lainnya yang cukup melelahkan. Pemanfaatan jalur pedestrian
di kawasan Simpang Lima Semarang lebih banyak untuk melintas menuju ke
bangunan. Sedangkan untuk bergerak dari satu zona ke zona lain pejalan kaki
lebih banyak memanfaatkan tepi jalan untuk sirkulasi. Aspek kenyamanan tempat
ini, kondisi dan kelengkapan jalur pedestrian, dan sikap pedagang kaki lima.
Sedangkan yang terkait dengan jarak terhadap obyek pengamatan yang terkait
dengan aktifitas berekreasi, berjalan santai, pemanfaatan jalur pedestrian oleh
PKL . Pemanfaatan jalur pedestrian selain dipengaruhi kedua aspek tersebut juga
dipengaruhi oleh kondisi penerangan pada malam hari, pemanfaatan tepi jalan
untuk parkir dan sebagainya. Hampir semua jalur pedestrian di kawasan Simpang
Lima tidak berfungsi sebagai wadah aktifitas pejalan kaki terutama untuk
sirkulasi. Hampir semua jalur pedestrian tidak memenuhi aspek kenyamanan
kecuali jalur pedestrian jalan Pandanaran .
Jika kita mendengarkan
bahasa yang ada di sana, itu sangat bermacam-macam. Jika
yang berinteraksi adalah sesama orang asli Semarang, maka bahasanya menggunakan
bahasa Jawa Semarangan. Sedangkan jika interaksi terjadi antara pengunjung
dengan orang setempat atau antar sesama pengunjung, maka bahasa yang digunakan
adalah Bahasa Indonesia. Karena jika masing-masing individu menggunakan bahasa
asal daerah mereka, maka percakapan akan menjadi rancu bahkan dapat terjadi
kesalahpahaman antara individu di Kawasaan Simpang Lima. Mengingat bahwa yang
dtng ke Kawasan Simpang Lima bukan hanya warga asli Semarang saja, melainkan
dari berbagai daerah yang bekerja di Semarang, menempuh Study atau mereka yang
memang sengaja datang dari luar daerah Semarang untuk liburan atau sekedar
mampir saja.
Tidak
hanya satu bahasa, tapi yang saya lihat dan saya dengar, banyak logat dan cara
bicara serta bahasa yang digunakan di kawasan Simpang Lima ini. Ada yang
memakai logat bahasa Pati tulen, logat Semarangan asli, logat Pemalang, Banyumas ngapak sampai nada
Betawi saya juga mendengar. Saya pun larut dalam keramaian yang ada, rasanya
menjadi semakin tertarik untuk terus melihat dan mendengar apa yang ada di
alu-alun Simpang Lima ini. Dengan logat dan cara penyampaian bahasa yang sangat
berbeda, ternyata memang membuat beberapa orang sedikit berpikir sejenak untuk
mengerti apa yang sedang lawan interksinya bicarakan. Saya melihat segerombolan
anak muda yang sedang menawar harga sewa sepeda untuk berkeliling alun-alun,
mereka sangat berusaha untuk meminimalkan harga sewa sepeda tersebut, yang saya
dengar mereka menggunakan bahasa Indonesia untuk menawar, tetapi ketika akan
berdiskusi dengan temannya, maka mereka menggunakan bahasa mereka sendiri untuk
berdialog yaitu bahasa ngapak karena saya kurang tahu tentang bahasa ngapak
sehinngga saya kurang mengerti apa yang mereka bicarakan. Penyedia jasa sewa
sepeda pun hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan, tapi dari ekspresi
wajah yang saya lihat, si penyedia jasa sewa sepeda seperti tidak mengetahui
apa yang para pembelinya bicarakan, si penyedia jasa menunggu saja hingga salah
satu dari gerombolan anak muda itu membicarakan hasil diskusi mereka dengan
bahasa Indonesia untuk menjelaskan padanya. Saya pun meninggalakan kerumunan anak
muda tadi.
Saya
kembali mengelilingi kawasan Simpang Lima, setelah cukup lama saya disana, saya
sedikit mengerti tentang bahasa yang mereka gunakan. Jika dengan sesama
penyedia jasa sewa sepada, pedagang kaki lima ataupun penjual mainan anak-anak
mereka menggunakan bahasa jawa yang logatnya khas ke Semarangan. Namun, jika
dengan pengunjung yang kiranya bukan orang
Semarang maka menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun terkadang masih diselingi
bahasa jawa diantara percakapan mereka.
Bahasa
Indonesia sepertinya menjadi bahasa utama di kawasan simpang Lima, dalam artian
digunakan oleh semua kalangan dan siapa saja yang ada di kawasan Simpang Lima
untuk berinteraksi dengan orang-orang yang ada disana. Karena memang bahasa
Indonesia dimengerti hampir semua orang yang ada disana. Sehingga bahasa
Indonesia dijadikan bahasa yang dapat mempersatukan semua bahasa yang ada di
kawasan Simpang Lima.
Demikian
deskripsi hasil pengamatan yang saya lakukan di kawasan Simpang Lima, Semarang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar